
Di sekolahan, mungkin ada dua guru yang identik serba bisa yakni guru BK dan guru olahraga. Konon mereka adalah ban serep saat guru kelas atau guru mata pelajaran berhalangan hadir di kelas. Merekalah yang otomatis mengambil alih kelas yang kosong tersebut, dan mengisi pelajaran yang kosong. Berbeda dengan bangku kuliah, jam kosong bisa dijadwal ulang.
Di SDN 3 Bajo, Blora dua mahasiswa PJKR UKSW yakni Ulfa dan Septian sebagai calon guru olahraga mengambil alih sebagai guru mata pelajaran. Hal ini sangat lumrah dan biasa, sebab kelas kosong harus diisi dan tidak boleh dibiarkan tanpa kegiatan belajar.
Ulfa, mendampingi anak-anak mengerjakan LKS (Lembar Kerja Siswa) untuk mata pelajaran Pancasila. Bukan sesuatu yang sulit bagi Ulfa, untuk pelaharan Pancasila untuk kelas SD, sehingga dapat dengan mudah mendampingi anak-anak.

Menantang lagi disaat guru matematikan berhalangan hadir. Pelajaran yang kurang peminat, membuat siswa kurang bergairah. Baru saja mereka merasa bebas tanpa matematika, tetiba Septian mahasiswa PJKR masuk sembari membawa spidol. Kali ini dosen olahraga yang mengajar matematika. Bukan mengajarkan perhitungan sudut bola masuk gawang, tetapi “poro gapit”, yakni teknik pembagian matematika. Poro gapit adalah oprasional matematika yang lazim digunakan, tetapi tidak banyak anak yang memahami dan menguasai. Septian dengan sabar menjelaskan angka demi angka pembagi dan pengurang, dan meminjam angkan puluhan didepannya menjadi satuan.
Anggukan anak-anak menjadi indikator, transfer knowledge berhasil. Inilah dampak yang diberikan anak-anak PJKR UKSW yang sedang menjalankan KKN tematik, dikabupaten Blora. Pelajaran apalagi yang bisa dikerjakan gurun PJOK..?